Oleh: Eeng
Di tengah rimbunnya hutan Lampung, seorang pria duduk di atas akar besar pohon meranti. Namanya Eeng. Seorang aktivis lingkungan yang telah menghabiskan sebagian besar hidupnya menyusuri hutan, menanam bibit, dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga alam.
“Hutan ini bukan sekadar pepohonan,” katanya, memandang lebatnya dedaunan yang menari ditiup angin. “Ia adalah rumah bagi ribuan makhluk, termasuk kita manusia.”
Lampung, dengan kekayaan hutannya, menjadi salah satu wilayah yang terus berjuang menghadapi deforestasi dan degradasi lahan. Tahun ini, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung menargetkan rehabilitasi 60 ribu hektare lahan di luar kawasan hutan. Rencana yang terdengar ambisius, namun menurut Eeng, tantangan terbesar selalu ada di tahap implementasi.
“Sering kali program seperti ini digembar-gemborkan, tapi di lapangan, eksekusinya tidak selalu berjalan mulus,” ungkapnya. Ia menyoroti pentingnya sinergi antara berbagai pihak, seperti Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) dan Balai Pemetaan Kehutanan.
Baginya, keberhasilan rehabilitasi hutan bukan hanya soal menanam pohon, tetapi juga memastikan ekosistem tetap seimbang. “Tanah harus diperbaiki, satwa harus dijaga, dan masyarakat sekitar harus dilibatkan,” tambahnya.
Tak hanya pemerintah dan lembaga terkait, Eeng menekankan peran pemimpin daerah dalam kebijakan lingkungan. Ia berharap gubernur yang akan datang menjadikan pelestarian hutan sebagai prioritas utama.
“Slogan ‘Jaga alam, maka alam akan menjagamu’ bukan sekadar kata-kata. Itu adalah kebenaran yang harus kita pegang teguh,” tegasnya.
Sebagai seseorang yang telah melihat hutan perlahan terkikis oleh tangan manusia, Eeng tahu betul bahwa waktu terus berjalan. Jika kita tidak serius menjaga alam hari ini, mungkin esok sudah terlambat.
Di bawah rindangnya pohon-pohon yang masih berdiri kokoh, ia kembali melangkah, menyusuri jalur yang biasa ia tempuh. Dengan langkah kecil, namun penuh keyakinan—bahwa hutan masih bisa diselamatkan. (Red)