Oleh: Mursaidin Albantani, ST
Kasus pengoplosan BBM yang melibatkan sejumlah perusahaan besar, termasuk anak usaha Pertamina, menjadi tamparan keras bagi sektor energi di Indonesia. Skandal ini bukan hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap BUMN yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga ketahanan energi nasional.
Kerugian Negara dan Dampak bagi Masyarakat
Berdasarkan data Kejaksaan Agung, kasus penyalahgunaan minyak mentah dan BBM ini berpotensi merugikan negara hingga Rp193,7 triliun pada tahun 2023. Pengoplosan BBM juga berakibat fatal bagi masyarakat. Selain merugikan konsumen yang mendapatkan produk berkualitas buruk, penggunaan BBM oplosan berisiko meningkatkan emisi berbahaya dan merusak mesin kendaraan maupun alat berat.
Direktur Jaringan Suara Indonesia, Mursaidin Albantani, ST, mengutuk keras praktik kotor yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan terkait.
“Tindakan ini jelas merupakan kejahatan yang tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berpotensi merugikan masyarakat luas, baik dari segi ekonomi maupun keselamatan. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi kejahatan sistematis yang harus dihukum berat,” ujarnya.
Langkah Tegas yang Harus Diambil
1. Evaluasi Total Perusahaan yang Terlibat
Perusahaan yang terbukti terlibat dalam pengoplosan BBM harus dievaluasi secara menyeluruh. Jika memang terbukti melakukan praktik ilegal secara sistematis, izin usahanya harus dicabut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta Peraturan Menteri ESDM yang mengatur distribusi dan kualitas BBM. Negara tidak boleh membiarkan entitas bisnis yang mengorbankan kepentingan rakyat demi keuntungan pribadi tetap beroperasi.
2. Tindakan Hukum Tanpa Pandang Bulu
Penegakan hukum harus tegas, tidak hanya menyasar operator lapangan, tetapi juga para pejabat yang terlibat. Kasus ini bisa masuk dalam kategori pelanggaran Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara. Hukuman maksimalnya adalah penjara seumur hidup.
3. Akuntabilitas Menteri BUMN
Menteri BUMN sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap perusahaan-perusahaan pelat merah harus memberikan klarifikasi dan mengambil langkah konkret dalam memberantas mafia BBM. Jika terbukti ada pembiaran atau kelalaian, maka pencopotan dari jabatan adalah langkah yang pantas, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang menyebutkan bahwa menteri bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan di bidangnya.
4. Penguatan Pengawasan dan Regulasi
Pemerintah perlu memperketat pengawasan terhadap distribusi BBM serta memperkuat regulasi untuk mencegah terulangnya kasus serupa. Transparansi dalam rantai pasok minyak, termasuk audit independen terhadap BUMN energi, harus diperkuat agar praktik curang semacam ini tidak bisa terjadi lagi. Negara lain seperti Brasil dan Meksiko telah menerapkan teknologi blockchain dalam pemantauan distribusi BBM untuk mencegah penggelapan dan pengoplosan. Indonesia perlu mengambil langkah serupa.
Pelajaran dari Kasus Internasional
Indonesia bisa belajar dari kasus Petrobras di Brasil, di mana skandal korupsi dalam distribusi minyak mengakibatkan pencopotan pejabat tinggi dan reformasi besar-besaran di sektor energi negara itu. Di Meksiko, pengoplosan BBM juga menjadi masalah serius hingga pemerintah memberlakukan pengawasan ketat dengan sistem digitalisasi rantai distribusi BBM. Jika Brasil dan Meksiko bisa melakukan reformasi, mengapa Indonesia masih membiarkan mafia BBM beroperasi?