Lampung Democracy Studies (LDS) menilai situasi sosial-politik dan ekonomi Indonesia belakangan ini berada pada titik yang kian mengkhawatirkan. Akumulasi kekecewaan publik terhadap pemerintah dan elite politik semakin menumpuk. Jika tidak segera diatasi dengan langkah konkret, jurang ketidakpercayaan rakyat terhadap demokrasi akan semakin dalam.
Pertama, agenda reformasi yang dicita-citakan sejak 1998 nyata-nyata gagal diwujudkan. Sejumlah regulasi seperti UU Cipta Kerja, RKUHP, RUU TNI, hingga RKUHAP disusun tanpa partisipasi publik yang bermakna. Proses legislasi berlangsung elitis, jauh dari semangat demokrasi partisipatoris.
Kedua, kondisi ekonomi rakyat kian terhimpit. Pajak yang membebani, harga kebutuhan pokok yang melambung, serta minimnya lapangan kerja memperburuk kualitas hidup masyarakat. Ironisnya, pejabat publik justru mempertontonkan gaya hidup mewah, kenaikan tunjangan DPR, dan maraknya praktik korupsi yang mempertebal rasa ketidakadilan sosial.
Ketiga, komunikasi politik pejabat publik menunjukkan ketidakpekaan. Pernyataan sejumlah anggota DPR seperti Adies Karding maupun Ahmad Sahroni memperlihatkan sikap abai terhadap jeritan rakyat. Lebih buruk lagi, ketika aspirasi disampaikan secara damai, respons negara justru represif. Kasus meninggalnya Affan Kurniawan saat aksi demonstrasi adalah bukti nyata kegagalan negara melindungi hak-hak konstitusional warganya. Fakta ini sejalan dengan laporan Freedom House yang menegaskan adanya kemunduran serius dalam kualitas demokrasi Indonesia.
Berdasarkan kondisi tersebut, LDS menegaskan perlunya reformasi menyeluruh terhadap institusi kepolisian agar tidak lagi menjadi alat represi yang mengekang kebebasan sipil. Polri harus kembali pada mandatnya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat. Selain itu, partai politik harus direformasi total. Partai tidak boleh lagi menjadi kartel kekuasaan yang hanya melayani elite, melainkan harus menjadi ruang artikulasi kepentingan rakyat secara nyata.
LDS percaya, demokrasi hanya dapat bertahan bila rakyat memiliki ruang yang adil untuk bersuara, dan negara hadir untuk mendengar serta melindungi mereka. Jika arah bangsa tetap seperti sekarang, yang kita hadapi bukan sekadar krisis politik, melainkan krisis kepercayaan yang berpotensi mengguncang fondasi demokrasi itu sendiri.
Direktur Lampung Democracy Studies
Dedy Indra Prayoga