• Redaksi
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Hak Cipta
  • Privacy Policy
Senin, 15 September 2025
Kirimi Artikel Yukk  
www.jelajah.co
No Result
View All Result
  • Pemerintahan
  • Politik
  • Pendidikan
  • Kesehatan
  • Nusantara
    • Aceh
    • Babel
    • Bali
    • Banten
    • Bengkulu
    • Gorontalo
    • Jabar
    • Jakarta
    • Jambi
    • Jateng
    • Jatim
    • Kalbar
    • Kalsel
    • Kaltara
    • Kalteng
    • Kaltim
    • Kepri
    • Lampung
    • Maluku
    • Malut
    • NTB
    • NTT
    • Papua
    • Riau
    • Sulbar
    • Sulsel
    • Sulteng
    • Sultra
    • Sulut
    • Sumbar
    • Sumsel
    • Sumut
    • Yogyakarta
  • Sudut Pandang
  • E-Paper
  • Pemerintahan
  • Politik
  • Pendidikan
  • Kesehatan
  • Nusantara
    • Aceh
    • Babel
    • Bali
    • Banten
    • Bengkulu
    • Gorontalo
    • Jabar
    • Jakarta
    • Jambi
    • Jateng
    • Jatim
    • Kalbar
    • Kalsel
    • Kaltara
    • Kalteng
    • Kaltim
    • Kepri
    • Lampung
    • Maluku
    • Malut
    • NTB
    • NTT
    • Papua
    • Riau
    • Sulbar
    • Sulsel
    • Sulteng
    • Sultra
    • Sulut
    • Sumbar
    • Sumsel
    • Sumut
    • Yogyakarta
  • Sudut Pandang
  • E-Paper
No Result
View All Result
Jelajah.co
No Result
View All Result
  • Pemerintahan
  • Politik
  • Pendidikan
  • Kesehatan
  • Nusantara
  • Sudut Pandang
  • E-Paper
Home Sudut Pandang

Sengkuni di Dunia Pendidikan: Ketika Dana BOS Jadi Alat Permainan Licik

Redaksi by Redaksi
31 Mei 2025
in Sudut Pandang
A A
Share on FacebookShare on Twitter

“Kami tak berani macam-macam. Kalau tak ikut aturan, bisa dicoret, bisa dicopot”.

Oleh: Cut Habibi

Di dunia pewayangan, Sengkuni dikenal bukan karena kekuatan fisiknya, tapi karena kelicikan mulut dan tipu dayanya. Ia bukan tokoh utama, tapi ia mampu mengatur langkah para raja, mengadu domba, bahkan menjerumuskan kerajaan besar ke jurang kehancuran. Sayangnya, karakter seperti itu tak hanya hidup di kisah fiksi.

Di dunia pendidikan, Sengkuni ternyata punya banyak wajah.

BACA JUGA

Lampung Tunjukkan Wajah Damai Unjuk Rasa

1 September 2025

Demokrasi Indonesia di Ujung Tanduk: Saatnya Reformasi Total

30 Agustus 2025

Bayangkan: dana BOS yang nilainya ratusan miliar rupiah setiap tahun seharusnya menjadi amunisi bagi sekolah untuk berkembang—memperbaiki fasilitas, membeli buku, mendukung kegiatan belajar mengajar. Namun, banyak kepala sekolah justru merasa tidak bebas dalam menggunakan dana tersebut.

Pengadaan barang yang sudah “diatur”, penyedia jasa yang sudah “dipesan”, hingga laporan kegiatan yang disusun bukan karena ada kegiatan, melainkan karena “perlu dicatat”—semua menjadi bagian dari sandiwara. Dan di balik semua itu, berdirilah Sengkuni-Sengkuni modern. Mereka tak terlihat di barisan depan, tapi tangannya menjangkau ke semua arah.

Seorang Kepala Sekolah di Lampung Selatan mengungkapkan keresahannya, “Kami tak berani macam-macam. Kalau tak ikut aturan, bisa dicoret, bisa dicopot,” keluhnya dengan nada getir.

Betapa miripnya ini dengan kisah Kurawa yang digerakkan oleh kata-kata Sengkuni. Bukan karena setuju, tapi karena takut. Bukan karena yakin, tapi karena terpaksa. Sekolah akhirnya hanya menjadi wayang. Dana pendidikan bukan lagi alat perjuangan, tapi komoditas.

Bukan hanya sekolah formal yang jadi korban. Banyak lembaga PAUD dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) mengaku seperti anak tiri. Dana sudah ditransfer, tapi kegiatan pembelajaran tak berjalan maksimal. Pelatihan hanya terjadi di laporan. Dana kinerja hanya sekadar formalitas.

Kalau ini terus dibiarkan, kita tak sedang membangun generasi emas, tapi menciptakan sistem pendidikan yang lemah, yang terbiasa berpura-pura. Kita mengajari anak untuk jujur, tapi membiarkan sistemnya penuh tipu muslihat.

Sengkuni kalah bukan karena kekuatannya hilang, tapi karena ada yang berani membongkar tipu dayanya. Begitu juga di dunia pendidikan.

Sekarang saatnya publik, guru, media, dan orang tua untuk bersatu menjaga dana BOS tetap suci. Jangan biarkan sekolah menjadi panggung lakon palsu. Jangan biarkan kepala sekolah jadi tokoh wayang yang hanya digerakkan tanpa kendali.

Jika tidak, pendidikan kita akan dikendalikan oleh mereka yang lihai memainkan anggaran untuk kepentingan sendiri. Bukan untuk anak-anak, bukan untuk bangsa.

Karena pada akhirnya, pendidikan adalah medan suci. Dan mereka yang merusaknya dari dalam adalah Sengkuni yang harus disingkirkan—agar negeri ini benar-benar bisa mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan mencetak generasi yang tumbuh dari kebohongan.

Previous Post

Dugaan Korupsi Proyek SDA Menguak, Ratusan Massa Siap Kepung Kantor BWS Mesuji Sekampung

Next Post

Ketua Umum PPIPHII: Kelulusan UPA adalah Amanah dan Tanggung Jawab Moral Advokat Muslim

Redaksi

Redaksi

Redaksi www.jelajah.co

BERITA POPULER

Suara Perlawanan Teladas: Menantang Raksasa Tebu SGC

17 Agustus 2025

Dikembalikan ke Kursi Lama: Kisah Seorang Pejabat Perikanan yang Tenang Meski Tersisih

25 Agustus 2025

Gemparin Desak Pemkot Tutup Tempat Hiburan Malam Pasca Penggerbekan “Pesta Narkoba” Pengurus HIPMI Lampung

5 September 2025

Lampung Tunjukkan Wajah Damai Unjuk Rasa

1 September 2025

Reforma Agraria Jadi Sorotan, Mahasiswa Lampung Desak Ukur Ulang HGU PT SGC

1 September 2025

Permainan Sandiwara Sosial Media Para Pejabat Publik

23 Agustus 2025
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Hak Cipta
  • Privacy Policy

© 2024 JELAJAH.CO - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Pemerintahan
  • Politik
  • Pendidikan
  • Kesehatan
  • Nusantara
    • Aceh
    • Babel
    • Bali
    • Banten
    • Bengkulu
    • Gorontalo
    • Jabar
    • Jakarta
    • Jambi
    • Jateng
    • Jatim
    • Kalbar
    • Kalsel
    • Kaltara
    • Kalteng
    • Kaltim
    • Kepri
    • Lampung
    • Maluku
    • Malut
    • NTB
    • NTT
    • Papua
    • Riau
    • Sulbar
    • Sulsel
    • Sulteng
    • Sultra
    • Sulut
    • Sumbar
    • Sumsel
    • Sumut
    • Yogyakarta
  • Sudut Pandang
  • E-Paper

© 2024 JELAJAH.CO - All Rights Reserved.