• Redaksi
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Hak Cipta
  • Privacy Policy
Senin, 15 September 2025
Kirimi Artikel Yukk  
www.jelajah.co
No Result
View All Result
  • Pemerintahan
  • Politik
  • Pendidikan
  • Kesehatan
  • Nusantara
    • Aceh
    • Babel
    • Bali
    • Banten
    • Bengkulu
    • Gorontalo
    • Jabar
    • Jakarta
    • Jambi
    • Jateng
    • Jatim
    • Kalbar
    • Kalsel
    • Kaltara
    • Kalteng
    • Kaltim
    • Kepri
    • Lampung
    • Maluku
    • Malut
    • NTB
    • NTT
    • Papua
    • Riau
    • Sulbar
    • Sulsel
    • Sulteng
    • Sultra
    • Sulut
    • Sumbar
    • Sumsel
    • Sumut
    • Yogyakarta
  • Sudut Pandang
  • E-Paper
  • Pemerintahan
  • Politik
  • Pendidikan
  • Kesehatan
  • Nusantara
    • Aceh
    • Babel
    • Bali
    • Banten
    • Bengkulu
    • Gorontalo
    • Jabar
    • Jakarta
    • Jambi
    • Jateng
    • Jatim
    • Kalbar
    • Kalsel
    • Kaltara
    • Kalteng
    • Kaltim
    • Kepri
    • Lampung
    • Maluku
    • Malut
    • NTB
    • NTT
    • Papua
    • Riau
    • Sulbar
    • Sulsel
    • Sulteng
    • Sultra
    • Sulut
    • Sumbar
    • Sumsel
    • Sumut
    • Yogyakarta
  • Sudut Pandang
  • E-Paper
No Result
View All Result
Jelajah.co
No Result
View All Result
  • Pemerintahan
  • Politik
  • Pendidikan
  • Kesehatan
  • Nusantara
  • Sudut Pandang
  • E-Paper
Home Sudut Pandang

Ukur Ulang HGU, Ketika Pasal Hukum Tak Berdaya di Ladang Tebu

Redaksi by Redaksi
19 Agustus 2025
in Sudut Pandang
A A
A. Zahriansyah A.MA

A. Zahriansyah A.MA

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: A Zahriansyah A, MA

Delapan puluh tahun Indonesia merdeka bukan hanya soal usia, melainkan ujian: apakah hukum benar-benar hidup di tanah air ini? Konstitusi kita sudah menegaskan, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Artinya, setiap tindak tanduk baik individu, kelompok, maupun korporasi wajib tunduk pada hukum. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menutup ruang bagi penafsiran lain. Bidang agraria pun jelas diatur dalam UUPA No. 5 Tahun 1960, diperkuat melalui PP No. 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai, serta ditegaskan lagi lewat UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Regulasi ada, hukum tersedia. Tetapi pertanyaannya: apakah hukum itu sungguh ditegakkan?

Mari kita tengok Lampung. Di tanah subur antara Tulang Bawang dan Lampung Tengah berdiri perkebunan tebu raksasa di bawah bendera Sugar Group Companies (SGC), mulai dari PT Indo Lampung Perkasa, PT Sweet Indo Lampung, PT Indo Lampung Delta Permai, hingga PT Gula Putih Mataram. Semua perusahaan ini memang memegang Hak Guna Usaha (HGU) resmi dengan luasan puluhan ribu hektar. Namun fakta di lapangan berkata lain.

BACA JUGA

Lampung Tunjukkan Wajah Damai Unjuk Rasa

1 September 2025

Demokrasi Indonesia di Ujung Tanduk: Saatnya Reformasi Total

30 Agustus 2025

Dalam rapat dengar pendapat DPR RI bersama ATR/BPN tahun 2025, terungkap indikasi kuat bahwa lahan yang dikuasai perusahaan jauh melampaui izin HGU. Tanah adat dan tanah ulayat masyarakat Tegamoan di Teladas maupun masyarakat adat di Gedung Meneng ikut terseret. Warga masih menyimpan peta tanah ulayat mereka; mereka tahu batas konsesi, tahu mana yang sah, mana yang bukan. Tetapi perusahaan lebih perkasa. Aparat keamanan justru tampil sebagai tameng perusahaan, bukan pelindung rakyat. Sejak 1990-an, tercatat lebih dari lima belas kali bentrokan fisik antara masyarakat dengan aparat maupun pihak perkebunan. Darah mengalir, nyawa melayang. Lebih tragis lagi, tanah makam leluhur pun kini masuk klaim perkebunan. Inikah wajah negara hukum?

Di luar konsesi resmi, tanah yang dikuasai perusahaan berarti tanpa PNBP, tanpa pajak sewa, tanpa kontribusi legal bagi negara. Ini jelas melanggar Pasal 55 PP No. 40/1996 yang mengatur penggunaan tanah sesuai izin. Negara dirugikan, rakyat dirampas haknya. Anehnya, hingga kini tak pernah ada audit terbuka berapa sebenarnya luas tanah yang dikelola SGC di luar konsesi. Transparansi absen, akuntabilitas hilang.

Pertanyaan pun mencuat: di mana negara? Kepada siapa rakyat harus mengadu? Aparat yang digaji dari uang rakyat justru menjaga kepentingan perusahaan. Pemerintah daerah berganti-ganti, semuanya memilih diam. Yang bergerak justru aktivis akar rumput, Akar Lampung, Keramat Lampung, Pematank Lampung. Perjuangan mereka menembus Senayan. Hasilnya, DPR RI bersama ATR/BPN memutuskan semua HGU perusahaan tebu di Lampung Tengah dan Tulang Bawang harus diukur ulang. Keputusan itu sempat menjadi cahaya harapan, tetapi hingga kini ukur ulang tak kunjung terlaksana. Surat keputusan DPR RI hanya jadi hiburan belaka, tanpa nyawa di lapangan.

Kini bola panas ada di tangan Presiden Prabowo Subianto. Apakah sang jenderal berani menegakkan hukum di Lampung? Apakah ia berani memerintahkan ATR/BPN mengeksekusi ukur ulang HGU? Ataukah ia hanya akan puas menerima laporan manis dari para pembantunya yang jauh dari realita?

Pertanyaan ini penting. Sebab ukur ulang bukan sekadar soal batas tanah, melainkan menyangkut kedaulatan hukum, apakah hukum berlaku sama bagi rakyat kecil dan korporasi raksasa; menyangkut keadilan sosial, apakah tanah adat akan kembali kepada pemilik sahnya; sekaligus menyangkut keuangan negara, berapa triliun rupiah yang selama ini bocor karena lahan di luar konsesi dikelola tanpa izin.

Jika ukur ulang benar-benar dilakukan, tanah rakyat Teladas akan kembali kepada pemiliknya, tanah rakyat Gedung Meneng kembali ke pangkuan adatnya. Negara pun memperoleh haknya. Tetapi jika tidak, maka jelas: negara kalah oleh perusahaan, hukum kalah oleh uang, rakyat kalah oleh kekuasaan.

Lampung hari ini adalah cermin wajah negara hukum kita. Pada akhirnya, ukuran sebuah negara hukum bukanlah pasal-pasal indah di atas kertas, melainkan keberanian menegakkan hukum itu sendiri. Sejarah kini menanti: apakah Prabowo Subianto akan tercatat sebagai presiden yang berani menegakkan kedaulatan hukum di Lampung, atau sebagai presiden yang membiarkan rakyatnya terus menjadi korban di tanah sendiri?

Previous Post

UIN Raden Intan Lampung Dukung Gerakan Wakaf Pendidikan Islam

Next Post

E- Paper Jelajah, Edisi Selasa 19 Agustus 2025

Redaksi

Redaksi

Redaksi www.jelajah.co

BERITA POPULER

Suara Perlawanan Teladas: Menantang Raksasa Tebu SGC

17 Agustus 2025

Dikembalikan ke Kursi Lama: Kisah Seorang Pejabat Perikanan yang Tenang Meski Tersisih

25 Agustus 2025

Gemparin Desak Pemkot Tutup Tempat Hiburan Malam Pasca Penggerbekan “Pesta Narkoba” Pengurus HIPMI Lampung

5 September 2025

Lampung Tunjukkan Wajah Damai Unjuk Rasa

1 September 2025

Reforma Agraria Jadi Sorotan, Mahasiswa Lampung Desak Ukur Ulang HGU PT SGC

1 September 2025

Permainan Sandiwara Sosial Media Para Pejabat Publik

23 Agustus 2025
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Hak Cipta
  • Privacy Policy

© 2024 JELAJAH.CO - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Pemerintahan
  • Politik
  • Pendidikan
  • Kesehatan
  • Nusantara
    • Aceh
    • Babel
    • Bali
    • Banten
    • Bengkulu
    • Gorontalo
    • Jabar
    • Jakarta
    • Jambi
    • Jateng
    • Jatim
    • Kalbar
    • Kalsel
    • Kaltara
    • Kalteng
    • Kaltim
    • Kepri
    • Lampung
    • Maluku
    • Malut
    • NTB
    • NTT
    • Papua
    • Riau
    • Sulbar
    • Sulsel
    • Sulteng
    • Sultra
    • Sulut
    • Sumbar
    • Sumsel
    • Sumut
    • Yogyakarta
  • Sudut Pandang
  • E-Paper

© 2024 JELAJAH.CO - All Rights Reserved.