Jakarta, Jelajah.co – Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menegaskan keselamatan anak-anak penerima Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi prioritas utama pemerintah. Ia memutuskan menutup sementara dapur MBG untuk evaluasi menyusul 70 kasus keracunan massal yang terjadi di berbagai daerah.
“Harus atau wajib hukumnya. Setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) harus punya Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS). Harus,” tegas Zulhas dalam Konferensi Pers Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Program MBG di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Minggu (28/9/2025) malam.
Menurutnya, SLHS sejak awal menjadi syarat pendirian SPPG. Namun, setelah maraknya kasus keracunan, pemerintah mempertegas kewajiban tersebut.
“Akan dicek. Kalau tidak ada, ini (keracunan) akan kejadian lagi dan lagi,” ujarnya.
Zulhas juga meminta Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengoptimalkan peran puskesmas di seluruh Indonesia agar rutin memantau dapur MBG.
“Semua langkah diambil secara terbuka agar masyarakat yakin bahwa makanan yang disajikan aman dan bergizi bagi seluruh anak Indonesia,” katanya.
70 Kasus Keracunan MBG
Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat, sepanjang Januari–September 2025 terjadi 70 insiden keamanan pangan, termasuk keracunan, yang berdampak pada 5.914 penerima MBG.
- Wilayah I (Sumatera): 9 kasus, 1.307 korban.
- Wilayah II (Jawa): 41 kasus, 3.610 korban.
- Wilayah III (Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, NTT): 20 kasus, 997 korban.
BGN menjelaskan, penyebab utama keracunan berasal dari berbagai bakteri, di antaranya:
- E-coli pada air, nasi, tahu, dan ayam.
- Staphylococcus aureus pada tempe dan bakso.
- Salmonella pada ayam, telur, dan sayur.
- Bacillus cereus pada menu mie.
- Kontaminasi air mengandung coliform, PB, klebsiella, dan proteus.
Pemerintah berharap kewajiban SLHS serta evaluasi sementara dapur MBG dapat memastikan standar keamanan pangan sekaligus memulihkan kepercayaan publik terhadap program prioritas tersebut. (Red)