Sulawesi Selatan, Jelajah.co — Pihak SMP Negeri 13 Kambo, Kota Palopo, akhirnya angkat bicara usai video aksi perundungan (bullying) oleh sejumlah siswanya viral di berbagai platform media sosial. Pihak sekolah memastikan telah menjatuhkan sanksi skorsing kepada tiga siswa yang terlibat dalam insiden tersebut.
Kepala SMP Negeri 13 Kambo, Suwarnita Sago Gani, membenarkan keputusan itu. Ia menjelaskan, skorsing dijatuhkan sambil menunggu hasil proses mediasi dan penanganan hukum yang saat ini masih berjalan.
“Sementara kami rumahkan,” ujar Suwarnita saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (10/10/2025).
Menurut Suwarnita, jumlah siswa yang terlibat dalam aksi perundungan tersebut sebanyak tiga orang, masing-masing berinisial MP (13), AR (13), dan RS (13), sementara korban berinisial RL (13).
“Yang terlibat tiga orang, korban satu orang,” terangnya.
Upaya Mediasi antara Korban dan Pelaku
Pihak sekolah disebut masih berupaya menyelesaikan persoalan ini secara damai dengan mempertemukan para orang tua atau wali siswa. Mediasi lanjutan dijadwalkan berlangsung hari ini.
“Sekolah sudah melakukan mediasi antara pihak korban dan pelaku. Yang hadir saat itu kakek dan tante korban. Hari ini kami sepakat untuk mediasi kembali,” jelas Suwarnita.
Meski demikian, pihak sekolah belum memastikan adanya sanksi tegas selain skorsing. Suwarnita menyebut keputusan lebih lanjut akan menunggu hasil mediasi.
Korban Telah Melapor ke Polisi
Sebelumnya, video perundungan di SMP Negeri 13 Kambo menjadi viral setelah tersebar di media sosial. Kasat Reskrim Polres Palopo, Iptu Sahrir, membenarkan bahwa korban telah melaporkan kasus tersebut ke polisi pada Rabu (8/10/2025) malam.
“Tadi malam sudah melapor resmi. Besok para pihak (terlapor) akan diundang ke Polres,” kata Sahrir, Kamis (9/10/2025).
Berdasarkan data yang diterima, selain tiga siswa yang diskors oleh pihak sekolah, pihak kepolisian juga mencatat ada lima nama siswa yang disebut dalam laporan awal.
Polisi Dorong Penyelesaian Melalui Jalur Mediasi
Kapolres Palopo, AKBP Dedi Surya Dharma, menyatakan bahwa karena para pelaku masih berstatus anak di bawah umur, maka penyelesaian kasus ini diutamakan lewat jalur mediasi atau diversi.
“Kalau untuk kasus anak-anak, diupayakan mediasi dahulu,” ujar AKBP Dedi melalui pesan singkat.
Menurut Dedi, penanganan perkara anak memiliki mekanisme hukum khusus yang menitikberatkan pada pembinaan dan pemulihan, bukan hukuman berat.
“Kalau kasus anak sebagai pelaku nanti ada beberapa kali diversi, mulai sebelum penyidikan, saat penyidikan, penuntutan, hingga persidangan,” jelasnya.
Ia menegaskan, proses hukum tetap berjalan sesuai prosedur, namun dengan pendekatan yang lebih manusiawi.
“Tujuan diversi adalah pembinaan dan pemulihan. Jadi kita lihat nanti bagaimana perkembangan selanjutnya,” tambahnya.(Red/Jelajah.co)








