Bandarlampung, Jelajah.co – Bayangkan sebuah kereta api yang sedang melaju di relnya. Kereta ini telah berjalan cukup jauh, dan meskipun kecepatannya tidak terlalu tinggi, semua penumpang merasa nyaman. Namun, tiba-tiba, kereta itu mulai kehilangan tenaga. Mesin yang biasanya mendesir dengan stabil kini mulai melemah, dan setiap perjalanan terasa semakin lambat. Para penumpang yang sebelumnya merasa tenang kini mulai merasakan getaran yang tidak biasa.
Inilah gambaran dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada 20 Januari 2025. Sebagai negara yang bergantung pada energi fosil, harga BBM yang melambung tinggi menjadi penghalang bagi perjalanan ekonomi yang sebelumnya terasa mulus. Masyarakat kini merasakan beban yang semakin berat, layaknya kereta api yang kehilangan daya.
Kereta yang Kehilangan Tenaga: Dampak Kenaikan BBM
Sama seperti kereta yang kehilangan tenaga, setiap sektor yang mengandalkan energi fosil kini merasakan efek dari kenaikan harga BBM. Transportasi, baik pribadi maupun umum, menjadi lebih mahal. Barang-barang yang kita beli di pasar juga mengalami kenaikan harga karena biaya distribusi yang semakin tinggi. Bahkan, mereka yang mengandalkan kendaraan umum harus merogoh kocek lebih dalam, karena tarif angkutan juga turut meningkat.
“Saya merasa seperti kereta api yang semakin lambat. Setiap kali membeli bahan bakar, rasanya pengeluaran semakin berat,” ungkap Adi, seorang pekerja yang mengandalkan kendaraan pribadi untuk keperluan sehari-hari.
Rian Bima Sakti: Menjaga Rel Kebijakan
Rian Bima Sakti, Pengamat Politik, Ekonomi, dan Pemerintahan Provinsi Lampung, menggambarkan kebijakan kenaikan harga BBM sebagai langkah untuk menjaga agar kereta ekonomi tetap berada di rel yang benar. “Kenaikan harga BBM merupakan cara pemerintah untuk mengurangi beban subsidi yang sudah terlalu besar. Namun, seperti mengendalikan kereta yang kehilangan tenaga, kebijakan ini memiliki dampak yang cukup besar terhadap daya beli masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya, meskipun kenaikan ini dibutuhkan untuk menjaga stabilitas anggaran negara, dampak terhadap masyarakat sangat nyata. “Pemerintah harus memastikan ada langkah-langkah lain untuk mengurangi dampak ini, agar kereta ekonomi tidak benar-benar melambat dan menyebabkan kerugian lebih besar,” tambah Rian.
Beban Semakin Berat: Reaksi Masyarakat dan Pengusaha
Reaksi masyarakat dan pengusaha terhadap kenaikan BBM bervariasi. Beberapa merasa terbebani, sementara yang lain mencoba beradaptasi. “Kami seperti penumpang kereta yang merasa kecepatannya mulai berkurang,” ujar Ani, seorang pedagang pasar. “Biaya operasional kami meningkat, harga barang juga ikut naik. Ini membuat kami harus berpikir keras untuk bertahan.”
Di sisi lain, pengusaha transportasi juga merasakan dampak kenaikan harga BBM. “Kami seperti mengemudikan kereta yang semakin berat. Kami harus menyesuaikan tarif agar usaha tetap berjalan, meskipun biaya bahan bakar yang tinggi mengancam margin keuntungan kami,” ungkap Yanto, pemilik usaha transportasi di Bandarlampung.
Mengarahkan Kereta Menuju Tujuan: Solusi dari Pemerintah
Pemerintah berusaha memberikan bantuan untuk mengurangi dampak dari kenaikan harga BBM. Program bantuan sosial dan kebijakan lainnya diharapkan dapat memberikan sedikit angin segar bagi masyarakat yang terdampak. Namun, Rian Bima Sakti berpendapat bahwa pemerintah perlu mempercepat transisi ke sumber energi alternatif. “Jika kita terus bergantung pada bahan bakar fosil, kita akan terus berhadapan dengan masalah ini. Transisi energi yang lebih hijau adalah solusi jangka panjang untuk menjaga kereta ekonomi tetap bergerak lancar,” jelasnya.
Menghadapi Beban Bersama: Kerjasama untuk Mengatasi Tantangan
Kenaikan harga BBM memang seperti sebuah kereta yang kehilangan tenaga, namun perjalanan harus tetap dilanjutkan. Kita tidak bisa berhenti begitu saja. Masyarakat, pengusaha, dan pemerintah perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa kereta ekonomi tetap berada di rel yang benar, meskipun ada banyak tantangan yang harus dihadapi. (Red)








