BANDA ACEH, Jelajah.co — Dua dekade setelah dentum senjata di Aceh terhenti, ratusan tokoh lokal dan internasional akan kembali duduk satu meja di Banda Aceh, Kamis (14/8/2025), untuk menagih janji perdamaian MoU Helsinki. Dari mantan negosiator, diplomat 12 negara, hingga Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, semua hadir membedah capaian dan kekurangan perjanjian yang mengakhiri konflik 30 tahun itu.
Bagi banyak warga Aceh, peringatan ini bukan sekadar seremoni. Bagi mereka, 20 tahun silam adalah titik balik dari hidup dalam ketakutan menjadi hidup dengan harapan. Namun, di tengah damainya hari ini, masih ada amanat MoU yang belum sepenuhnya diwujudkan — mulai dari kewenangan khusus hingga hak-hak ekonomi yang dijanjikan.
Acara bertajuk Diskusi dan Peringatan Internasional 20 Tahun MoU Helsinki: Progress and Challenges ini akan berlangsung di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh, pukul 14.00 WIB. Forum ini digelar oleh Badan Reintegrasi Aceh (BRA) dan Pemerintah Aceh, bekerja sama dengan lembaga nasional dan internasional.
Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, yang menjadi bagian penting dari proses damai, akan menyampaikan sambutan melalui video conference. Sementara Minna Kukkonen Kalender dari Crisis Management Initiative (CMI), lembaga yang memediasi perundingan Helsinki turut hadir memberikan pandangan.
Rangkaian diskusi akan terbagi dalam dua panel utama.
Panel I – Tinjauan MoU dan Masa Depan Aceh dipandu Dr. Sofyan A. Djalil, menghadirkan pembicara Mr. Peter Feith (mantan Kepala Misi Monitoring Aceh), Duta Besar Belanda, Duta Besar Uni Eropa untuk negara-negara Asia, Juha Christensen (pendiri Asian Peace and Reconciliation Council), Prof. Jacques Bertrand, Dr. Zaini Abdullah (mantan Menteri Luar Negeri dan negosiator GAM; Gubernur Aceh 2012–2017), Teuku Kamaruzzaman (mantan negosiator GAM), dan Rektor Universitas Syiah Kuala.
Panel II – Pelajaran dan Resolusi dipandu Dr. Fachry Aly, dengan pembicara Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Dr. Scott Guggenheim (antropolog pembangunan – Universitas Georgetown), Alanna L. Simpson (Bank Dunia), Tgk Amni Bin Ahmad Marzuki (anggota tim negosiator GAM), Rektor Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, dan Chalida Tajaroensuk (People’s Empowerment Foundation, Thailand).
Juru bicara panitia pelaksana menegaskan, forum ini adalah momen refleksi dan evaluasi bersama antara mantan negosiator, diplomat, akademisi, dan masyarakat sipil. “Ini bukan sekadar peringatan – tetapi momentum refleksi, evaluasi, dan penyusunan langkah ke depan untuk memastikan seluruh amanat MoU Helsinki benar-benar terwujud,” ujarnya.
Penyelenggara berharap, pertemuan ini menghasilkan rekomendasi strategis yang tidak hanya memperkuat rekonsiliasi dan menjaga perdamaian, tetapi juga mendorong pembangunan berkelanjutan yang berpihak pada rakyat Aceh. (Red)