Jakarta, Jelajah.co – Ribuan siswa di berbagai wilayah Indonesia dilaporkan mengalami keracunan usai menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG). Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta Badan Gizi Nasional (BGN), total korban keracunan mencapai lebih dari 5.000 siswa, dengan mayoritas kasus ditemukan di Provinsi Jawa Barat.
Juru Bicara Pemerintah, Qodari, menyampaikan saat konferensi pers di Istana Negara, Senin (22/9/2025), bahwa angka yang tercatat bervariasi: “BGN mencatat 46 kasus dengan 5.080 penderita per 17 September. Kemenkes mencatat 60 kasus dengan 5.207 korban per 16 September. BPOM mencatat 55 kasus dengan 5.320 korban per 10 September.” Meski berbeda secara statistik, Qodari menekankan ketiga lembaga menunjukkan tren yang sama. Data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bahkan mencatat lebih tinggi, yakni 5.360 siswa terdampak.
“Puncak kasus terjadi pada Agustus 2025 dan paling banyak tersebar di Jawa Barat,” jelasnya.
Dari hasil asesmen BPOM, penyebab utama keracunan di antaranya adalah buruknya higienitas makanan, penyimpangan suhu penyimpanan, pengolahan pangan yang tidak sesuai standar, serta kemungkinan kontaminasi silang oleh petugas penyaji. Selain itu, sejumlah kasus juga dipicu oleh alergi makanan pada anak-anak penerima manfaat.
Pemerintah menegaskan tidak menutup mata terhadap insiden ini. “Pak Mensesneg juga sudah merespons, mengakui adanya kasus dan menyampaikan permintaan maaf serta komitmen untuk mengevaluasi program MBG secara menyeluruh,” tegas Qodari.
Sabtu, 27/09/2025, insiden ini memicu kekhawatiran publik terkait kualitas pengolahan makanan di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Berbagai menu MBG yang dilaporkan menyebabkan keracunan antara lain nasi, ayam, tahu, tempe, mie, sayuran, serta berbagai jenis buah dan makanan olahan yang disajikan di sekolah-sekolah di beberapa provinsi.
Polri kini juga menyoroti kasus keracunan massal ini. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan tim sedang memeriksa satu per satu kejadian di lapangan, dan hasil temuan akan disampaikan secara resmi kepada publik. (Red)