Bandarlampung, Jelajah.co – Wacana pencopotan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mencuat di tengah kontroversi yang melibatkan lembaga tersebut. Beberapa anggota DPR RI secara terbuka mengusulkan agar Perry dicopot dari jabatannya, mengaitkan ketidakpuasan mereka terhadap kebijakan moneter BI dan dugaan penyalahgunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang kini sedang diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Isu ini pertama kali mencuat setelah sejumlah politisi menilai kebijakan moneter BI di bawah Perry tidak cukup mendukung program pemerintah untuk memacu pertumbuhan ekonomi. “Kami membutuhkan kebijakan yang lebih mengarah pada pemulihan ekonomi, bukan hanya fokus pada inflasi dan nilai tukar. BI perlu lebih beradaptasi dengan kondisi ekonomi negara,” ujar salah satu anggota DPR yang tidak ingin disebutkan namanya.
Namun, ketegangan ini semakin memanas setelah dugaan penyalahgunaan dana CSR Bank Indonesia terungkap. KPK kini tengah mendalami laporan tentang penggunaan dana yang seharusnya dialokasikan untuk program sosial itu, namun diduga disalurkan untuk kepentingan lain yang tidak sesuai dengan tujuan awalnya.
Dugaan ini semakin memperburuk citra Bank Indonesia, yang selama ini dikenal dengan kebijakan konservatifnya dalam mengelola ekonomi. Dengan adanya penyelidikan KPK, beberapa pihak mulai mengaitkan isu tersebut dengan wacana pencopotan Perry Warjiyo sebagai Gubernur BI.
Namun, meski wacana pencopotan ini terus bergulir, Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua DPR, dengan tegas membantah adanya rencana tersebut. “Tidak ada usulan resmi untuk mencopot Gubernur BI. Semua masih dalam pembicaraan internal,” ujar Dasco, meredakan ketegangan yang berkembang di kalangan politisi.
Perry Warjiyo sendiri telah menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia sejak 2018 dan baru saja mendapatkan perpanjangan masa jabatan hingga 2028. Tentu saja, ini membuat isu pencopotannya menjadi lebih sensitif, mengingat kedudukannya yang cukup kuat di dalam dunia ekonomi nasional.
Revisi Tata Tertib DPR yang baru disahkan pada Februari 2025 juga turut mempersulit posisi Perry, karena memungkinkan pemberhentian pejabat publik tertentu tanpa harus melalui prosedur yang rumit. Namun, meskipun pengusulan ini menambah ketidakpastian, hingga saat ini belum ada langkah konkret dari DPR untuk mendorong pencopotan Gubernur BI.
Di tengah ketegangan ini, masyarakat pun bertanya-tanya: apakah wacana pencopotan ini murni didorong oleh kebijakan moneter yang dianggap kurang mendukung pertumbuhan ekonomi, ataukah ada faktor lain, seperti kasus CSR BI yang sedang hangat diperbincangkan? Tentu saja, perkembangan lebih lanjut mengenai penyelidikan KPK akan menjadi kunci dalam menjawab pertanyaan ini.
Dengan dinamika politik dan ekonomi yang terus berkembang, Perry Warjiyo kini berada di tengah sorotan. Tidak hanya soal kebijakan moneter yang selama ini kontroversial, tetapi juga soal pengelolaan dana sosial yang kini menjadi bagian dari isu yang lebih besar. Masyarakat dan kalangan politik tentu akan terus mengawasi, menunggu keputusan apakah Gubernur BI tersebut akan tetap berada di posisinya ataukah akan digantikan. (Aby)