Tanggamus, Jelajah.co – Masyarakat Desa Sirna Galih, Kecamatan Ulubelu, Kabupaten Tanggamus, kembali dihebohkan dengan praktik pelayanan kesehatan yang dianggap tidak manusiawi oleh seorang bidan desa. Bidan berinisial FT, yang juga menjabat sebagai Kepala Puskesmas Pembantu (Pustu) di wilayah tersebut, dituding memasang tarif tinggi dalam pelayanan kesehatannya di klinik pribadi yang ia kelola.
Ketua LSM Simulasi, Agung, menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi masyarakat yang kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan dengan biaya terjangkau.
“Kami merasa iba dengan warga Sirna Galih. Salah satu warga yang berobat karena demam dikenakan biaya Rp280 ribu, termasuk biaya obat-obatan. Ini sangat tidak manusiawi!” tegasnya.
Menurut Agung, meskipun tidak ada Peraturan Daerah (Perda) di Kabupaten Tanggamus yang mengatur tarif klinik swasta atau praktik mandiri bidan, tetap saja tidak etis bagi seorang bidan yang juga bekerja di pemerintahan untuk mematok biaya yang dinilai terlalu tinggi.
Pelanggaran Etik dan Regulasi?
Bidan, sebagai tenaga kesehatan yang berperan penting di masyarakat, seharusnya mengutamakan pelayanan yang bermutu dan terjangkau. Berdasarkan Kode Etik Bidan Indonesia, seorang bidan wajib memberikan pelayanan sesuai standar profesi tanpa membebani pasien secara finansial. Jika terbukti memberlakukan tarif yang tidak wajar, hal ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran etika.
Selain itu, regulasi terkait juga bisa menjadi dasar untuk menilai dugaan pelanggaran, di antaranya:
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
UU No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan, yang mengatur bahwa bidan harus berpedoman pada standar pelayanan kebidanan dan kode etik profesi.
Jika tarif layanan yang diterapkan jauh lebih tinggi dari standar daerah dan memberatkan masyarakat, maka ada potensi pelanggaran administratif dan profesional.
Tuntutan Investigasi dari Pihak Berwenang
Menanggapi kondisi ini, Agung mendesak Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) untuk segera melakukan investigasi terhadap praktik yang dilakukan oleh Bidan FT.
“Seorang bidan yang bekerja di pustu milik pemerintah seharusnya mengedepankan pelayanan masyarakat, bukan mencari keuntungan dengan tarif yang tinggi. Kami meminta pihak terkait turun tangan untuk menyelidiki masalah ini dan mengambil tindakan yang diperlukan,” pungkas Agung.
Hingga berita ini diturunkan, Bidan FT belum memberikan tanggapan terkait tudingan ini. Masyarakat setempat berharap ada kejelasan dan keadilan agar layanan kesehatan bisa diakses dengan biaya yang wajar, terutama bagi warga desa yang kurang mampu. (Red/*)