Bandar Lampung, Jelajah.co – Puluhan aktivis dari berbagai organisasi masyarakat sipil di Provinsi Lampung menggelar aksi unjuk rasa di dua lokasi berbeda, yakni Kantor Balai Pelaksana Prasarana Permukiman Wilayah (BPPPW) Lampung dan Kantor Gubernur Lampung, Selasa (8/7/2025).
Dalam aksi yang diinisiasi Aliansi Lembaga Anti Korupsi (ALAK) tersebut, massa menyuarakan dua isu utama: dugaan praktik korupsi dalam sejumlah proyek infrastruktur yang dikelola BPPPW dan carut-marut distribusi gas LPG 3 kg bersubsidi yang ditangani PT Pertamina Patra Niaga.
Koordinator lapangan aksi, Rian Bima Sakti, menegaskan bahwa proyek-proyek yang didanai dari APBN tersebut menyimpan indikasi kuat penyimpangan. Ia menyebut adanya pengurangan volume pekerjaan, pelanggaran spesifikasi teknis, serta pengawasan yang lemah bahkan cenderung dibiarkan.
“Ini bukan sekadar proyek asal-asalan, tapi dugaan persekongkolan. Konsultan pengawas tidak bekerja profesional, malah ikut bermain dengan kontraktor. Ini harus dihentikan,” ujar Rian dalam orasinya, (8/7/2025).
Beberapa proyek yang disoroti antara lain:
Proyek penanganan kemiskinan ekstrem di Desa Tanjung Agung, Teluk Pandan, Pesawaran, dengan nilai kontrak Rp7,6 miliar
Pembangunan IPA dan jaringan perpipaan SPAM IKK Way Ratai, Pesawaran, senilai Rp11,4 miliar (APBN 2021)
Pembangunan sarana septik dan pendukung di Lampung Utara (Rp22,6 miliar) dan Lampung Tengah (Rp29,4 miliar), bersumber dari APBN 2024
Ketua LSM TEMPE, Mayluddin, menyebut adanya dugaan kedekatan antara konsultan pengawas dan pihak kontraktor, yang menyebabkan pembiaran terhadap pelanggaran teknis di lapangan. Ia juga menegaskan bahwa Gubernur Lampung tak bisa sekadar berdiam diri.
“Meski proyek ini vertikal dari Kementerian PUPR, Gubernur Lampung punya tanggung jawab moral dan politik untuk mengawasi. Jangan tutup mata,” tegasnya.
Selain itu, ALAK juga menyoroti persoalan distribusi gas LPG 3 kg yang dianggap menyengsarakan rakyat kecil. Mereka menuding Patra Niaga gagal mengelola distribusi secara adil dan transparan.
“Gas subsidi langka, harga di atas HET, dan ada pungli Rp4.250 per tabung di tingkat pangkalan. Ini bentuk pengkhianatan terhadap hak rakyat kecil,” kata Mayluddin.
Aliansi menuntut Kejaksaan Tinggi Lampung segera memeriksa Kepala Balai, PPK, PPTK, dan pejabat proyek lainnya di BPPW Lampung. Mereka juga mendesak evaluasi total terhadap kinerja PT Pertamina Patra Niaga serta mencabut SK Pj Gubernur Lampung terkait kenaikan HET LPG 3 kg yang dinilai membebani masyarakat.
Aksi berlangsung damai dan diikuti oleh sejumlah LSM seperti GEDOR, TEMPE, KILAT, dan LEMPARTA. Massa membawa spanduk bertuliskan “Tegakkan Keadilan! Bongkar Korupsi Infrastruktur!” dan menyerukan pentingnya pelibatan masyarakat sipil dalam pengawasan proyek pemerintah.
Menutup orasinya, Rian Bima Sakti mengingatkan bahwa jika aparat penegak hukum tetap diam, maka rakyat akan terus bergerak.
“Ini bukan ancaman, ini peringatan. Kalau hukum diam, rakyat yang akan bicara. Dan kami takkan berhenti sebelum keadilan ditegakkan,” tegasnya.
Aksi ini menjadi cermin dari meningkatnya kegelisahan publik atas bobroknya pengelolaan anggaran dan minimnya keberpihakan pada rakyat kecil di tengah proyek-proyek pembangunan berskala besar. (Red)








