Jakarta, Jelajah.co – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) diduga melanggar aturan terkait perpanjangan kontrak Pendamping Desa (TPP) serta terindikasi menghilangkan data pada sistem aplikasi data induk TPP. Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal Asosiasi Pendamping Masyarakat dan Desa Nusantara (APMDN), Nurul Hadie, saat dihubungi Jelajah.co, Sabtu (09/03/25).
Menurutnya, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang dialami para Pendamping Desa terjadi akibat pelanggaran yang dilakukan Kemendesa terhadap aturan yang ditetapkannya sendiri.
“Perpanjangan kontrak TPP itu dasarnya dua: Keputusan Menteri Desa Nomor 143 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pendampingan Masyarakat Desa dan surat Kepala BPSDM Nomor 680/SDM.00.03/XII/2024, tanggal 9 Desember 2024. Aturan ini jelas mengatur mekanisme perpanjangan kontrak,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa evaluasi kinerja menjadi dasar perpanjangan kontrak. Pendamping dengan nilai B bisa diperpanjang, nilai C harus diklarifikasi, sementara nilai D tidak diperpanjang. Hasil evaluasi ini telah ditetapkan dalam SK BPSDM Nomor 369 Tahun 2024 pada 7 Oktober 2024. Selain itu, Pendamping Desa wajib mengunggah permohonan perpanjangan kontrak dan daftar riwayat hidup ke sistem induk TPP.
“Satu-satunya cara untuk tidak diperpanjang adalah jika ada perubahan SK nilai evaluasi atau jika pendamping tidak mengunggah dokumen. Namun, sampai SK perpanjangan kontrak dikeluarkan pada 3 Januari 2025, tidak ada perubahan SK nilai evaluasi,” lanjutnya.
Nurul Hadie mengungkapkan bahwa banyak pendamping yang telah mengunggah dokumen justru dinyatakan tidak ada dalam sistem. Bahkan, Komisi I DPRD Kabupaten Bone pernah mengadukan kasus ini langsung kepada Kepala Pusat P3MD Fujiartanto sebelum ia mengundurkan diri. Saat itu, Fujiartanto menyebut sistem kemungkinan diretas.
“Kalau benar diretas, siapa yang melakukannya? Bukankah admin sistem ini adalah Kemendesa sendiri?” tanyanya.
Seorang pendamping dari Aceh bahkan telah mengajukan klarifikasi dengan bukti unggah dokumen, tetapi tetap ditolak oleh Kemendesa. Nurul Hadie menduga ada unsur kesengajaan dalam penghilangan data tersebut.
“Jika benar ini disengaja, maka bisa masuk ranah pidana. Kami akan mendorong audit digital forensik untuk membuktikan dugaan ini,” tegasnya.
Terkait pengunduran diri Kepala Pusat P3MD, ia menduga hal itu terjadi akibat tekanan dan intervensi dari internal Kemendesa.
“Dugaan saya, beliau mundur karena tidak ada yang mau bertanggung jawab. Daripada terus ditekan oleh pendamping yang tidak diperpanjang dan diintervensi oleh Kemendesa, ia memilih keluar,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Badan BPSDM Kemendesa, Agustomi Masik, yang dikonfirmasi oleh Jelajah.co pada Sabtu (09/03/25) belum memberikan tanggapan. BPSDM Kemendesa adalah pihak yang bertanggung jawab dalam memproses kontrak Pendamping Desa.(*/Kahfi)








