Di Desa Baturaja, Kecamatan Way Lima, Pesawaran, ada harapan yang sempat tumbuh dari dinding-dinding rumah yang nyaris rubuh. Harapan itu datang dalam bentuk bantuan bedah rumah dari Pemerintah Provinsi Lampung Rp18 juta untuk material dan Rp2 juta untuk ongkos tukang. Bagi sebagian warga, itu seperti hujan setelah kemarau panjang. Namun, siapa sangka, di balik bantuan itu ada tangan-tangan yang tak sepenuhnya bersih.
Adalah Kepala Desa setempat, berinisial A, yang kini harus duduk di balik jeruji besi Rutan Way Huwi, Bandar Lampung. Ia ditahan Kejaksaan Negeri Pesawaran, karena diduga memotong dana bantuan tersebut untuk kepentingan pribadinya.
“Kami menerima laporan, dan setelah ditelusuri, bantuan dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Lampung itu justru menjadi sumber kerugian negara,” ujar Kepala Kejari Pesawaran, Tandy Mualim, Rabu, (18/06/2025).
Bantuan yang mestinya menjadi pondasi baru bagi rumah-rumah warga, malah dijadikan celah oleh sang kades. Saat pencairan tahap pertama untuk 63 rumah, ia mendatangi toko bangunan yang ditunjuk pemerintah sebagai penyalur bahan. Dengan dalih “ada jasanya” dalam pengurusan program, ia meminta Rp150 juta. Tak berhenti di situ, pada tahap kedua di bulan November 2023, ia kembali mengulang pola yang sama kali ini meminta Rp100 juta.
Total dugaan dana yang raib mencapai Rp250 juta
Akibatnya, seperti langit mendung yang enggan hujan, toko bangunan pun menolak memberi bahan saat warga hendak mengambilnya. Uang sudah habis. Bantuan tak bisa dimaksimalkan. Dinding rumah tetap retak, lantai masih tanah, dan atap bocor tak kunjung terganti.
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya, mengaku sedih. “Kami pikir rumah bakal dibangun layak. Tapi akhirnya cuma separuh dikerjakan, terus mandek. Katanya dana belum turun. Padahal ternyata…,” ia menggantungkan kalimat, matanya memandang langit seperti mencari jawaban.
Program bedah rumah yang sejatinya adalah jembatan antara pemerintah dan rakyat kecil dirobek oleh keserakahan yang mengendap di balik jabatan. Bukannya memimpin pembangunan, sang kades justru membuka jalan tikus menuju korupsi.
Kini, penegak hukum bertindak. Tersangka dijerat dengan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 12 huruf E. Kejari memastikan penyelidikan terus berjalan, dan pintu pengembangan masih terbuka.
Tapi bagi warga Desa Baturaja, lebih dari sekadar jerat hukum, yang mereka harapkan adalah keadilan dan janji yang ditepati. Karena setiap dinding rumah yang tak selesai dibangun, adalah simbol dari harapan yang setengah jalan. (Red)