Di balik kilauan Lampung sebagai pintu gerbang Pulau Sumatera, ancaman kelam terus mengintai. Dalam waktu satu bulan, Polda Lampung berhasil mengungkap peredaran narkoba bernilai Rp 14,7 miliar. Angka itu bukan sekadar hasil tangkapan, melainkan gambaran nyata dari upaya tanpa henti menutup keran distribusi barang haram yang hampir mencemari ratusan ribu kehidupan.
Seperti perang melawan virus yang tak kasat mata, operasi ini menjadi perisai yang menyelamatkan 313.590 jiwa dari jeratan narkotika. Dari 21 Oktober hingga 19 November 2024, Polda Lampung dan jajaran bergerak dalam “misi penyelamatan” dengan meringkus 215 tersangka dari 159 kasus yang terungkap.
Bukan Sekadar Angka, Ini adalah Pertempuran
Di depan media, Kapolda Lampung Irjen Pol Helmy Santika membuka detail operasi dengan gaya tegas seorang panglima perang. “Kami berhasil mengamankan 256,7 kilogram ganja, 13,7 kilogram sabu, 1.625 butir ekstasi, 415 butir obat-obatan terlarang, dan 50,73 gram tembakau sintetis,” ungkapnya pada konferensi pers di SPN Polda Lampung, Rabu (20/11/2024).
Nilai barang bukti yang mencapai miliaran rupiah adalah gambaran nyata betapa masifnya operasi ini. Namun, Helmy menekankan bahwa pertempuran melawan narkoba bukan soal ekonomi semata. “Ini tentang kehidupan yang terselamatkan dari kerusakan dan kehancuran akibat narkoba,” ujarnya.
Menghantam Jantung Sindikat: Aset Senilai Rp 2,5 Miliar Diamankan
Tidak hanya memotong distribusi narkoba, Polda Lampung juga menargetkan sumber daya finansial para bandar. Kombes Pol Irfan Nurmansyah, Dirnarkoba Polda Lampung, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyita aset senilai Rp 2,5 miliar melalui Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Ini termasuk kendaraan dan aset tidak bergerak. Namun, investigasi kami masih berlanjut untuk menggali lebih dalam jaringan yang terkait,” jelas Irfan.
Langkah ini diibaratkan seperti mencabut akar dari pohon beracun; meskipun ranting-rantingnya mungkin tumbuh kembali, tanpa akar, pohon itu akan mati perlahan.
Transit Gelap di Jantung Sumatera
Lampung, dengan posisi strategisnya sebagai pintu gerbang Pulau Jawa, sering menjadi jalur transit utama peredaran narkoba dari Riau, Palembang, dan Aceh. Barang haram itu seolah menjadi “kargo gelap” yang terus berusaha melewati wilayah ini untuk masuk ke pasar besar di Pulau Jawa.
“Mayoritas tersangka adalah kurir, namun kami juga berhasil menangkap lima bandar besar,” kata Kombes Irfan.
Ketika ditanya soal keterlibatan jaringan internasional, Irfan menjelaskan bahwa koordinasi dengan Mabes Polri terus dilakukan untuk mendalami potensi tersebut.
Ganja: Tren atau Ancaman Baru?
Di balik banyaknya barang bukti berupa ganja, muncul spekulasi bahwa penggunaannya sedang menjadi tren. Namun Irfan dengan tegas membantah. “Ini bukan tren, melainkan Lampung adalah perbatasan strategis yang dilewati barang haram tersebut menuju Pulau Jawa,” katanya.
Ini adalah perang logistik bagi para sindikat narkoba, dan Lampung menjadi medan pertempuran utama.
Membangun Tembok Pertahanan yang Lebih Kuat
Operasi Polda Lampung adalah bukti bahwa pertahanan terhadap peredaran narkoba tidak hanya butuh tindakan cepat, tetapi juga strategi jangka panjang. Dengan terus memutus rantai distribusi dan menghancurkan sumber daya finansial para bandar, Lampung menjadi benteng utama melawan gelombang narkoba.
Namun, perang ini belum berakhir. “Ini baru langkah awal. Kami masih harus memastikan jaringan ini benar-benar lumpuh,” ujar Irfan.
Di tengah ancaman yang terus mengintai, Polda Lampung seperti prajurit yang memegang obor di kegelapan. Cahaya itu tidak hanya menerangi jalan bagi provinsi ini, tetapi juga menjadi peringatan keras bagi para pelaku: Lampung tidak akan pernah menjadi tempat aman untuk bisnis gelap mereka. (Aby/*)