Jakarta, Jelajah.co — Gugurnya Affan Kurniawan pada aksi demonstrasi 28 Agustus 2025 mendapat sorotan tajam dari Pagar Nusa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA). Ketua Pagar Nusa UNUSIA menilai peristiwa itu bukan kecelakaan biasa, melainkan potret kegagalan negara dalam melindungi hak hidup warganya.
“Ketika aparat yang digaji dengan uang rakyat berubah menjadi mesin represi, maka sesungguhnya negara sedang memperlihatkan wajah aslinya: lebih takut pada suara rakyat daripada pada dosa ketidakadilan,” tegas Ketua Pagar Nusa UNUSIA, Jumat (29/8/25).
Ia menegaskan, keterlibatan Pagar Nusa dalam aksi 28–29 Agustus 2025 adalah bentuk penolakan untuk diam. Pagar Nusa, katanya, bukan hanya penjaga diri, tetapi juga penjaga martabat.
“Ketika rakyat dipukul, mahasiswa ditangkap, dan nyawa melayang, maka diam adalah pengkhianatan terhadap Islam, Pancasila, dan kemanusiaan,” lanjutnya.
Menurutnya, tragedi gugurnya Affan Kurniawan menambah daftar panjang kekerasan aparat terhadap rakyat. Mulai dari tragedi mahasiswa 1998, korban #ReformasiDikorupsi 2019, tragedi Kanjuruhan 2022, hingga kini 2025.
“Semua korban jatuh bukan karena rakyat salah menuntut, tetapi karena negara gagal mendengar. Pola ini membuktikan bahwa kekerasan bukan ‘oknum’, melainkan strategi kekuasaan untuk menundukkan rakyat,” ujarnya.
Dalam sikap resmi, Pagar Nusa UNUSIA menyampaikan tiga poin penting. Pertama, Kepolisian Republik Indonesia harus bertanggung jawab penuh atas gugurnya Affan Kurniawan. Penegakan hukum tidak boleh berhenti di “oknum”, melainkan harus menjerat seluruh rantai komando.
Kedua, negara wajib menghentikan brutalitas aparat. Kekerasan negara, termasuk penggunaan gas air mata dan peluru karet, disebut hanya memperlihatkan ketakutan rezim terhadap rakyatnya sendiri.
Ketiga, hentikan kriminalisasi terhadap suara rakyat. Demonstrasi, menurutnya, adalah hak konstitusional, bukan ancaman.
“Demokrasi tidak bisa hidup di bawah bayang-bayang senjata. Gugurnya Affan adalah peringatan keras bahwa hukum telah dikooptasi oleh kekuasaan, dan aparat kehilangan fungsi moralnya,” tandas Ketua Pagar Nusa UNUSIA.
Ia menutup pernyataannya dengan seruan lantang: “Hidup rakyat! Hidup mahasiswa! Lawan represi, tegakkan keadilan!”