Oleh: Makkah (Wakil Sekretaris PMII Cabang Kota Bandarlampung)
Publik baru-baru ini digemparkan oleh operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap seorang pejabat tinggi: Emanuel Ebenezer, Wakil Menteri Ketenagakerjaan.
Kasus ini sontak menjadi perbincangan, mengingat Noel sapaan akrabnya adalah wajah baru di pemerintahan yang dikenal luas sebagai mantan aktivis dan pendukung setia Presiden.
Sebelum menduduki jabatannya, Noel punya latar belakang yang cukup mentereng. Ia adalah seorang aktivis ’98 yang pernah berjuang bersama nama-nama seperti Adian Napitupulu dan Budiman Sudjatmiko.
Perjalanan ini membawanya ke ranah politik, di mana ia sempat memimpin dua kelompok relawan besar, yakni Jokowi Mania dan Prabowo Mania, yang loyal pada Pilpres 2019 dan 2024. Semua ini seolah menjadi tangga baginya untuk naik ke tampuk kekuasaan.
Media Sosial Panggung Sandiwara
Setelah dilantik, Noel dengan sigap menjadikan media sosial sebagai alat andalannya untuk membangun citra. Akun-akunnya penuh dengan konten yang membuatnya terlihat sebagai pejabat pro-rakyat yang tanggap.
Ia sering mengunggah video sidak ke perusahaan yang diduga melanggar aturan, menunjukkan gestur tegas dan peduli pada nasib pekerja.
Tidak hanya itu, Noel juga rajin melakukan siaran langsung di TikTok. Di sana, ia menampilkan dirinya sedang bekerja, seolah-olah masyarakat bisa mengintip langsung bagaimana ia menjembatani keluhan warga dengan pihak perusahaan yang bermasalah.
Konten-konten ini berhasil menciptakan ilusi bahwa ia adalah pejabat yang transparan, dekat dengan rakyat, dan benar-benar bekerja untuk publik.
Fakta di Balik Layar: Pesta
Namun, semua citra itu buyar dalam sekejap. Pada Jumat, 28 Agustus 2025, KPK mengumumkan fakta yang sangat mengejutkan. Noel ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pemerasan terhadap sejumlah perusahaan.
KPK menyebutkan, baru dua bulan menjabat, Noel juga telah menerima uang sebanyak Rp 3 miliar dari hasil pemerasan.
Uang haram itu, menurut temuan penyidik, digunakan untuk DP rumah di daerah Jakarta. Lebih parah lagi, KPK mengungkapkan bahwa Noel tidak hanya tahu soal praktik pemerasan terkait sertifikasi K3, tapi juga ikut menikmati hasilnya.
Praktik kotor ini membuat harga sertifikasi K3 yang awalnya hanya Rp 275 ribu melonjak drastis hingga Rp 6 juta. Kenaikan harga yang tak masuk akal ini menjadi bukti nyata adanya permainan busuk yang merugikan banyak pihak.
Jangan Mudah Percaya Pejabat
Pelajaran Penting untuk Kita Semua
Kasus Noel seharusnya menjadi tamparan keras bagi kita semua. Apa yang terlihat di media sosial sering kali berbeda jauh dengan kehidupan nyata. Seorang pejabat yang terlihat baik di dunia maya, rajin membuat konten positif, berinteraksi dengan publik, dan seolah peduli, bukan jaminan ia bersih dari praktik korupsi.
Oleh karena itu, jangan mudah percaya pada pejabat publik yang berbuat baik di media sosial. Masyarakat harus lebih kritis dan terus mengawasi setiap gerak-gerik pejabat publik tersebut.
Jangan biarkan hak-hak kita tergerus oleh pencitraan palsu. Kasus Noel adalah pengingat bahwa di antara para pejabat publik lainnya, mungkin masih banyak “Noel-Noel” lain yang bersembunyi di balik panggung media sosial, siap mengambil keuntungan dari kekuasaan yang mereka miliki.