Bandar Lampung, jelajah.co — Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek (RSUDAM) Lampung, dr. Imam Ghozali Sp.An., KMN., M.Kes, menegaskan bahwa biaya pelaksanaan Visum Et Repertum di RSUDAM sepenuhnya mengacu pada regulasi resmi, bukan pungutan liar (pungli).
Ia menjelaskan, visum merupakan bagian dari proses penyelidikan, bukan penyidikan. Tahap penyelidikan dilakukan oleh penyelidik kepolisian untuk mengumpulkan bukti awal dan memastikan apakah benar terjadi tindak pidana.
“Pada saat korban membuat laporan terkait dugaan penganiayaan, visum harus segera dilakukan agar bukti luka atau memar tidak hilang. Jadi, Visum Et Repertum dilakukan dalam proses penyelidikan, bukan penyidikan,” jelas Imam, Selasa (07/10/25).
Menurutnya, tafsir yang menyebut biaya visum ditanggung negara berdasarkan Pasal 136 KUHAP adalah keliru. “Pasal 136 KUHAP mengatur biaya dalam proses penyidikan, sedangkan visum dilakukan saat penyelidikan,” tegasnya.
Imam menjelaskan, dasar hukum pemungutan biaya visum telah diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 18 Tahun 2023 tentang Tarif Pelayanan Kesehatan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
Berdasarkan Lampiran I Nomor 6.7 tentang Pelayanan Forensik dan Kamar Jenazah, rincian tarifnya yaitu:
-
Pemeriksaan forensik oleh dokter umum: Rp175.000
-
Pemeriksaan forensik korban dugaan pidana umum/penganiayaan: Rp325.000
Sehingga total tarif pelayanan visum sebesar Rp500.000.
“Jadi, biaya itu sudah sesuai dengan Pergub, bukan pungli,” ujar Imam menegaskan.
Meski demikian, Imam menyampaikan bahwa untuk korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan anak, visum diberikan secara gratis karena sudah ada perjanjian kerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Lampung. Biaya visum Rp500.000 tersebut ditanggung oleh Dinas PPPA.
Terkait aspirasi masyarakat agar visum digratiskan untuk seluruh kasus, Imam menyebut pihaknya tidak menutup diri. “Masukan ini akan kami sampaikan ke Pemerintah Provinsi untuk dibahas apakah bisa dilakukan perubahan aturan. Namun tentu memerlukan proses, karena kami hanya pelaksana dari regulasi yang ada,” ujarnya.
Imam menutup dengan penegasan bahwa semua kebijakan RSUDAM dijalankan berdasarkan asas legalitas. “Sebagai negara hukum, setiap tindakan harus sesuai peraturan yang berlaku. Itulah prinsip asas legalitas yang menjadi dasar kami,” pungkasnya. (Red)