Bandarlampung, Jelajah.co – Sejumlah proyek infrastruktur di bawah Kementerian PUPR di Provinsi Lampung diduga bermasalah. Aliansi LSM Anti Korupsi Lampung (ALAK) mengungkap adanya indikasi persekongkolan antara kontraktor, konsultan pengawas, dan pejabat satuan kerja (Satker) Pelaksanaan Prasarana Permukiman dalam proyek-proyek bernilai miliaran rupiah.
“Banyak pekerjaan yang kami nilai asal jadi. Kualitas fisik sangat buruk dan tidak sebanding dengan nilai kontrak. Ini indikasi kuat korupsi yang dilakukan secara sistemik,” ujar Rian Bima Sakti, Koordinator ALAK Lampung, saat ditemui di Sekretariat ALAK, Minggu (29/06/25).
Salah satu proyek yang disorot adalah pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA) berkapasitas 20 liter/detik dan jaringan perpipaan SPAM IKK Way Ratai di Kabupaten Pesawaran. Proyek senilai Rp11,4 miliar ini digarap PT Aneka Pundi Tirta, dari pagu HPS sebesar Rp14,3 miliar.
Tak hanya itu, proyek rehabilitasi sarana dan prasarana sekolah di empat kabupaten sepeti Lampung Barat, Pesisir Barat, Tanggamus, dan Lampung Utara juga ditemukan bermasalah. Proyek dengan nilai kontrak Rp15 miliar ini dikerjakan PT Berkah Lancar Lestari.
“Dari hasil investigasi lapangan, ditemukan banyak pekerjaan tidak sesuai spesifikasi teknis dan terjadi kekurangan volume. Ini jelas merugikan keuangan negara,” kata Mayluddin, aktivis yang turut terlibat dalam pemantauan proyek infrastruktur.
ALAK juga menyoroti kegiatan penanganan kemiskinan ekstrem di Desa Tanjung Agung, Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran. Proyek bernilai lebih dari Rp10 miliar yang dikerjakan oleh CV Kalembo Ade Mautama itu disebut hanya formalitas penghabisan anggaran.
Menurut ALAK, praktik tersebut melanggar sejumlah regulasi, antara lain:
-
UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
-
UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
-
Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
-
Permen PUPR Nomor 07/PRT/M/2019 dan Permen PUPR Nomor 28/PRT/M/2016 tentang standar teknis konstruksi.
Rian menyatakan, pihaknya akan melaporkan seluruh temuan ke Kementerian PUPR, terutama ke Direktorat Jenderal Cipta Karya, Ditjen Bina Konstruksi, dan Ditjen Penataan Ruang. Evaluasi menyeluruh terhadap pejabat Satker dan penyelenggara proyek di Lampung disebut mendesak untuk dilakukan.
“Sudah waktunya Lampung bersih dari praktik mafia proyek. Negara jangan terus dirugikan,” tegas Rian.
ALAK juga mendesak Kejaksaan untuk segera turun tangan, melakukan audit investigatif dan memproses hukum pihak-pihak yang terlibat. Mereka menilai penghentian proyek bermasalah perlu dilakukan agar tidak menjadi beban rakyat dalam jangka panjang.
Sebagai langkah lanjutan, ALAK akan menggelar diskusi publik melibatkan BPK dan BPKP, Kamis (03/07/2025) mendatang. Rian menyebut kegiatan tersebut merupakan bagian dari tekanan publik agar Kejaksaan segera memulai penyidikan dan penyelidikan.
“Kami tidak hanya mengadu lewat surat resmi. Akan ada gerakan kolektif agar keadilan bisa ditegakkan,” pungkasnya. (Red)







