BANDARLAMPUNG, Jelajah.co – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Akar Lampung mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) agar segera menangkap para pihak yang diduga menjadi judicial broker dalam kasus suap senilai Rp50 miliar yang menyeret nama PT Sugar Group Companies (SGC).
Ketua DPP Akar Lampung, Indra Musta’in, menyebut lembaga penegak hukum terkesan mandul dalam menangani perkara tersebut, meski Kejagung telah memeriksa sejumlah pihak dari SGC, termasuk Vice President PT Sweet Indo Lampung, Purwanti Lee, dan Direktur Utama PT Sweet Indo Lampung, Gunawan Yusuf.
“Semua mandek, tidak ada kejelasan. Hal ini membuat kami sebagai masyarakat Lampung pesimis. Mampukah dan beranikah lembaga hukum memeriksa SGC yang dulu dikabarkan dekat dengan elit kekuasaan?” kata Indra kepada media ini, Rabu (21/05/25).
Menurutnya, banyak laporan hukum terkait PT SGC yang telah dilayangkan ke Kejagung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga DPR RI, namun tak satu pun menunjukkan progres berarti.
“Publik menanyakan, apakah hukum di negara ini hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas? Kami melihat kasus besar seperti ini justru tidak ditangani secara serius,” ujarnya.
Indra juga mendesak Kejagung untuk memanggil dan memeriksa sejumlah hakim agung yang diduga menerima suap dalam pengondisian perkara perdata yang melibatkan SGC.
“Di antaranya ada Ketua Hakim Sunarto, Hakim Agung Suharto, mantan Hakim Agung Soltoni Mohdally, dan Hakim Agung Syamsul Ma’arif. Harus diungkap siapa makelar kasusnya,” tegasnya.
Selain masalah hukum, Indra juga menyoroti kontribusi SGC terhadap Provinsi Lampung yang dinilainya minim. Ia bahkan menduga pajak perusahaan tersebut tidak sepenuhnya disetorkan ke negara.
“Kami melihat keributan antara SGC dan Marubeni soal pengelolaan lahan tebu, tapi manfaat untuk Lampung sendiri hampir tak terasa. Pajaknya pun kami ragukan,” ucapnya.
Namun demikian, pihaknya tetap mengapresiasi Kejagung RI yang berani mengungkap keterlibatan oknum aparat hukum dalam kasus besar ini.
“Ini semua bermula dari ulah Zarof Ricar, penegak hukum nakal yang membuka tabir bobroknya sistem hukum, termasuk keterlibatan SGC,” tandas Indra.
Sebagai informasi, kasus ini bermula dari akuisisi oleh Marubeni Corporation terhadap aset SGC melalui lelang BPPN pada 2001. Namun, SGC menolak membayar utang senilai Rp7 triliun kepada Marubeni, sehingga berujung sengketa perdata yang disebut-sebut turut dikondisikan oleh oknum aparat hukum.
Kasus ini menyeret Zarof Ricar, seorang aparatur Mahkamah Agung yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan mengaku menerima suap hingga Rp50 miliar dalam penanganan perkara antara PT SGC (Gulaku) melawan PT Mekar Perkasa dan Marubeni Corporation.
(/Red)*







