Lampung Timur – Di balik setiap proyek infrastruktur yang mangkrak, selalu ada pertanyaan besar yang menggantung di benak masyarakat: ke mana perginya anggaran yang sudah digelontorkan? Begitu pula dengan proyek Jembatan Way Bungur yang menghubungkan Desa Tanjung Tirto dan Desa Kali Pasir. Dengan anggaran yang telah dikucurkan hingga puluhan miliar rupiah, seharusnya jembatan ini sudah bisa dinikmati masyarakat. Namun kenyataannya, yang tersisa justru robohnya tembok penahan tanah (TPT) senilai Rp 9,3 miliar dan dugaan praktik korupsi yang mulai terkuak ke permukaan.
Korupsi Besar di Balik Jembatan yang Tak Kunjung Jadi
Bukan sekali dua kali proyek ini menerima aliran dana. Jembatan Way Bungur telah mendapatkan tiga kali suntikan anggaran dalam beberapa tahun terakhir. Namun, hingga kini, jembatan yang diharapkan mempermudah mobilitas warga masih jauh dari kata selesai.
Puncaknya terjadi pada 2022, ketika TPT yang baru dibangun justru roboh. Padahal, anggaran yang dikucurkan untuk membangun penahan tanah itu mencapai Rp 9,3 miliar. Bukannya memperkuat konstruksi, justru menjadi bukti nyata ada yang salah dalam pengerjaan proyek ini.
Ketua Lembaga Mahasiswa Pemantau Kinerja Pemerintah (Lemsis PKP), Syukron, menegaskan bahwa skandal ini tidak bisa dibiarkan.
“Anggaran fantastis, kerja tidak realistis. Bagaimana bisa proyek besar seperti ini dikerjakan tanpa standar yang jelas? Ini bukan hanya soal jembatan, tapi soal kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” tegas Syukron.
TPT Roboh: Kesalahan Teknis atau Modus Korupsi?
Kejanggalan demi kejanggalan mulai terungkap ketika Komisi III DPRD Lampung Timur turun langsung ke lokasi. Ketua Komisi III, H. Kemari, menemukan indikasi kuat kegagalan konstruksi. Tidak hanya itu, Kejaksaan Negeri Lampung Timur juga telah melakukan dua kali inspeksi lapangan dan menemukan fakta mengejutkan: beberapa bagian TPT tidak diplester, melainkan hanya ditutup menggunakan triplek!
“Iya, Pak Kajari datang langsung dan memeriksa semua sudut. Banyak bagian yang ternyata cuma ditutup pakai triplek, bukan diplester seperti seharusnya,” ungkap seorang warga yang ikut menyaksikan pemeriksaan kejaksaan.
Dengan temuan ini, muncul spekulasi besar. Apakah robohnya TPT ini murni kesalahan teknis, atau ada modus pengurangan kualitas material demi keuntungan segelintir pihak?
Kontraktor Diduga Pakai Beton Campuran Manual
Dugaan praktik curang semakin menguat setelah sejumlah perangkat Desa Kali Pasir mengungkap bahwa CV Usaha Famili, selaku kontraktor pelaksana, diduga tidak menggunakan beton readymix dari batching plant. Sebaliknya, mereka memilih mencampur beton secara manual dengan menyewa truk molen di lokasi proyek.
Keputusan ini tentu mengundang tanda tanya besar. Mengapa memilih metode yang lebih berisiko terhadap kualitas proyek? Apakah ini langkah penghematan biaya? Atau justru bagian dari skema permainan anggaran yang lebih besar?
Konsultan Pengawas dan Dinas PUPR: Ke Mana Pengawasannya?
Di setiap proyek besar, seharusnya ada pengawasan ketat dari konsultan pengawas dan Dinas PUPR untuk memastikan setiap tahap pekerjaan sesuai spesifikasi. Namun, dalam kasus Jembatan Way Bungur, dugaan kelalaian ini justru menjadi bagian dari masalah besar.
Syukron menegaskan bahwa skandal ini tidak hanya menyangkut kontraktor, tetapi juga pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab dalam pengawasan.
“Bagaimana bisa proyek sebesar ini tetap dicairkan jika hasil pekerjaannya tidak sesuai spesifikasi? Apakah konsultan pengawas hanya menerima anggaran tanpa benar-benar bekerja? Dugaan manipulasi data progres pekerjaan dan pencairan anggaran harus diusut tuntas,” katanya.
Lemsis PKP juga menyoroti panitia penerima barang yang seharusnya bertugas memastikan proyek telah selesai sesuai spesifikasi sebelum pembayaran dilakukan. Jika proyek ini tetap dicairkan meski tidak sesuai spek, artinya ada permainan besar yang harus dibongkar.
Masyarakat Menuntut Transparansi, Hukum Harus Tegas!
Dengan anggaran yang sudah dikeluarkan begitu besar, masyarakat kini menuntut transparansi dan pertanggungjawaban. Siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas kegagalan ini? Apakah ada aktor besar yang selama ini bersembunyi di balik proyek ini?
Kasus ini kini berada di tangan kejaksaan. Namun, publik tak ingin skandal ini hanya menjadi wacana tanpa kejelasan hukum.
“Kami berharap pihak kejaksaan benar-benar membongkar skandal besar ini. Jika tidak ditindak secara serius, maka ini hanya akan menjadi satu lagi contoh proyek mangkrak yang berlalu tanpa konsekuensi,” pungkas Syukron.
Satu hal yang pasti, masyarakat tak akan tinggal diam. Jika proyek Jembatan Way Bungur dibiarkan tanpa penyelesaian hukum yang jelas, kepercayaan publik terhadap pembangunan dan pemerintahan akan semakin hancur. (Red)