Bandar Lampung, Jelajah.co — Menjelang kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Provinsi Lampung pada 29 Oktober 2025, Aliansi Triga Lampung menyiapkan sejumlah “pekerjaan rumah” bagi kepala negara. Isu utama yang menjadi sorotan adalah konflik agraria yang dinilai belum tuntas, terutama terkait keberadaan PT Sugar Group Companies (SGC).
Ketua DPP Aliansi Komando Aksi Rakyat (Akar) Lampung, Indra Musta’in, bersama Ketua Aliansi Keramat dan Pematank, mengatakan persoalan agraria antara perusahaan dan masyarakat di berbagai wilayah Lampung telah berlangsung lama dan memerlukan perhatian langsung Presiden.
“Bapak Presiden diharapkan dapat mengevaluasi kinerja jajarannya di kementerian terkait untuk segera menuntaskan konflik yang terjadi,” ujar Indra Musta’in, Senin (27/10/2025).
Menurut Indra, salah satu persoalan utama adalah status lahan yang dikelola PT SGC. Berdasarkan pernyataan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid dalam rapat bersama Komisi II DPR RI pada 8 September 2025, lahan yang dikuasai SGC disebut merupakan aset Kementerian Pertahanan sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI tahun 2015, 2019, dan 2022.
Lahan tersebut, sebagaimana tertuang dalam LHP BPK, seharusnya menjadi aset negara namun tidak tercatat sebagai pendapatan negara, dengan estimasi kerugian mencapai Rp9,3 triliun.
“PT SGC selain mengelola lahan milik TNI AU juga telah mencaplok lahan masyarakat adat hingga menimbulkan konflik. Kami minta hasil RDPU Komisi II DPR RI bersama Triga Lampung pada 15 Juli 2025 segera ditindaklanjuti dengan ukur ulang HGU PT SGC,” tegas Indra.
Sementara itu, Ketua Keramat, Sudirman Dewa, memaparkan bahwa indikasi skandal dalam proses perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT SGC pada tahun 2017 semakin kuat setelah Menteri ATR/BPN memaparkan data di hadapan DPR RI.
“Sebagian lahan yang dikelola SGC merupakan aset negara di bawah Kementerian Pertahanan. Fakta ini memperkuat dugaan adanya pelanggaran administratif dan persekongkolan antara pejabat daerah maupun pusat dalam proses perpanjangan izin HGU,” jelasnya.
Triga Lampung menilai dugaan maladministrasi tersebut dapat mengarah pada pemalsuan dokumen dan pelanggaran hukum berat, terutama karena masyarakat adat tidak dilibatkan dalam proses perpanjangan.
Mereka mendesak Presiden Prabowo untuk memerintahkan audit nasional terhadap seluruh lahan HGU PT SGC serta menyerahkan penanganannya kepada Kejaksaan Agung dan KPK.
“Jika benar tanah HGU merupakan aset TNI AU, maka perpanjangan HGU tersebut cacat hukum. Presiden harus menugaskan Jaksa Agung untuk membongkar skandal yang melibatkan pejabat daerah maupun pusat di masa lalu,” tegas Sudirman.
Senada dengan itu, Ketua Pergerakan Masyarakat Analisis Kebijakan (Pematank), Romli, menyoroti persoalan agraria lain di Kabupaten Way Kanan. Ia menuding adanya pengalihan dan penguasaan lahan Inhutani V kepada pihak ketiga yang diduga menyalahi aturan Kementerian Kehutanan.
“Presiden Prabowo perlu mengevaluasi total kinerja Inhutani V di Lampung. Lahan-lahan yang diserahkan kepada pihak ketiga jelas melanggar aturan, bahkan diduga melibatkan mantan kepala daerah di Way Kanan,” ujarnya.
Romli menambahkan, meski kasus tersebut telah beberapa kali diperiksa oleh Kejaksaan Tinggi Lampung, belum ada langkah hukum tegas. Karena itu, ia meminta Presiden memerintahkan audit menyeluruh terhadap seluruh lahan register yang dikuasai Inhutani V.
Triga Lampung mendesak Presiden agar memberikan instruksi langsung kepada aparat penegak hukum untuk menuntaskan seluruh dugaan pelanggaran agraria di Lampung.
“Presiden harus memerintahkan jajaran mulai dari Kapolda, Kajati, hingga KPK dan Kejagung untuk memeriksa persoalan agraria di Lampung sampai tuntas,” tutup Indra yang diamini rekan-rekannya. (Red)







