Bandar Lampung, Jelajah.co – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Dharma Loka Nusantara resmi meluncurkan program Legal Course bertema “Rekonstruksi Wacana Keadilan”. Kegiatan ini berlangsung di Kantor LBH DLN, Sukarame, Bandar Lampung, dan diikuti 10 peserta dari berbagai perguruan tinggi yang memiliki minat pada isu hukum serta keadilan sosial.
Program ini dirancang sebagai ruang pendidikan hukum alternatif yang bertujuan membangun cara pandang kritis mahasiswa terhadap sistem hukum di Indonesia. Melalui pendekatan interdisipliner dan refleksi atas realitas sosial, Legal Course mendorong peserta untuk mempertanyakan ulang konsep keadilan yang selama ini dianggap final, sekaligus menggali nilai-nilai hukum yang berpihak pada rakyat.
Direktur LBH Dharma Loka Nusantara, Ahmad Hadi Baladi Ummah atau akrab disapa Pupung, menyebut program ini lahir dari kegelisahan terhadap sempitnya pemaknaan keadilan dalam praktik hukum.
“Selama ini hukum lebih banyak melayani kepentingan kekuasaan daripada menjawab kebutuhan masyarakat. Kita perlu merombak cara kita memahami dan memperjuangkan keadilan,” ujarnya.
Menurut Pupung, keadilan seharusnya dipahami sebagai proses yang hidup dan kontekstual, bukan sekadar putusan pengadilan atau kepastian hukum.
“Melalui Legal Course, kami ingin mencetak pembela keadilan yang tidak hanya fasih berbahasa hukum, tetapi juga peka terhadap penderitaan sosial. Ini adalah bagian dari ikhtiar kolektif untuk membumikan kembali hukum sebagai alat pembebasan,” tambahnya.
Kegiatan ini juga menjadi ruang temu gagasan bagi mahasiswa lintas kampus yang tertarik membangun gerakan hukum dari bawah. Peserta dilatih melalui diskusi, pembacaan kasus, hingga praktik teknis advokasi berbasis komunitas agar siap terjun langsung dalam kerja-kerja keadilan.
LBH Dharma Loka Nusantara menegaskan, Legal Course akan menjadi program berkelanjutan untuk memperkuat gerakan hukum kritis di Lampung. Melalui rekonstruksi wacana keadilan, lembaga ini berharap lahir generasi baru yang berani memperjuangkan nilai-nilai keadilan substantif di tengah sistem hukum yang kerap timpang. (*)








