Bandar Lampung, Jelajah.co – Praktisi hukum Muhamad Ilyas mengecam tindakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung dalam menertibkan objek bidang tanah yang dikenal sebagai Peta Kepala Buntung di Sabah Balau. Ia menilai tindakan tersebut tidak sesuai dengan perspektif hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
“Dengan pembenaran apa pun, apalagi jika kita merujuk pada pendekatan hukum dan HAM, tindakan yang dilakukan Pemprov Lampung sangat tidak dibenarkan dan tidak manusiawi. Bagaimana bisa aparatur represif turun langsung dan melakukan penertiban?” ujar Ilyas, Selasa (13/02/25).
Menurutnya, istilah “penertiban” tidak tepat digunakan dalam kasus ini, sebab negara hukum mewajibkan setiap sengketa kepemilikan tanah diselesaikan melalui proses peradilan.
“Pertanyaan substantifnya, apakah objek bidang tanah yang dikuasai masyarakat telah melalui proses hukum dan ada putusan pengadilan untuk dieksekusi? Jika tidak, maka tindakan ini jelas melanggar hukum,” tegasnya.
Pemprov Diminta Taat Hukum
Ilyas menegaskan bahwa Pemprov Lampung seharusnya memahami filosofi, asas, norma, dan hubungan hukum antara manusia dengan tanah, bukan bertindak sewenang-wenang tanpa dasar hukum yang jelas.
“Negara dalam hal ini Pemprov Lampung harus taat hukum dan tidak boleh abai atau zalim terhadap masyarakatnya. Jika pola seperti ini terus terjadi, maka ke depan bisa saja seseorang yang merasa memiliki tanah justru meminta bantuan Pemda untuk melakukan penertiban tanpa perlu melalui pengadilan. Padahal, hukum harus tetap dijalankan demi kepastian,” ujarnya.
Ilyas juga menyinggung kasus penertiban tanah di Pasar Griya, Sukarame, enam tahun lalu, yang menurutnya juga dilakukan secara represif dan tidak manusiawi. Ia menyayangkan praktik serupa kembali terjadi di Lampung.
Dorongan untuk Masyarakat Melawan Secara Hukum
Masyarakat yang terdampak atas penertiban ini diimbau untuk tidak menyerah dan tetap melakukan upaya hukum secara patut, baik melalui jalur litigasi maupun non-litigasi.
“Jangan lelah berjuang, laporkan oknum yang mencederai hukum, bila perlu adukan ke lembaga terkait seperti Komnas HAM, DPR RI, Kompolnas, Ombudsman, hingga Presiden. Negara hukum harus berpihak pada keadilan, bukan justru menindas rakyatnya,” pungkasnya. (Red)