Mesuji, Jelajah.co – Proyek revitalisasi SD Negeri 2 Mesuji senilai Rp2,48 miliar dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2024 diduga sarat rekayasa. CV. Dulu Ratu menjadi satu-satunya perusahaan yang mengajukan penawaran dan akhirnya memenangkan tender.
Proses lelang yang digelar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Mesuji menggunakan sistem Pascakualifikasi Satu File Metode Gugur. Dari lima peserta yang mendaftar, hanya CV. Dulu Ratu yang melanjutkan hingga tahap penawaran. Nilai penawarannya pun hanya 0,5 persen di bawah pagu anggaran, yaitu Rp2.467.600.876,86. Kontrak disepakati pada angka Rp2.461.884.876,87 dengan masa pelaksanaan 120 hari kalender.
Sumber internal yang enggan disebutkan namanya menduga kuat adanya pengondisian dalam proses tender. “Kalau hanya satu penawar dari lima peserta, lalu nilai penawarannya nyaris menyentuh pagu, itu jelas dikondisikan. Dan itu sulit dilakukan tanpa campur tangan dinas,” ujarnya, 27/05/25.
Selain itu, alamat CV. Dulu Ratu tercatat berada di Jl. Kepayang Gg. Dipangga V No. 65/66, Rajabasa, Bandar Lampung. Fakta ini memunculkan pertanyaan terkait keberpihakan terhadap pelaku usaha lokal di Mesuji. Sejumlah aktivis menyayangkan tidak adanya perusahaan lokal yang mendapat kesempatan mengerjakan proyek pendidikan strategis tersebut.
Praktik ini diduga melanggar Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, khususnya pada Pasal 3 dan 6 yang mengatur prinsip transparansi dan persaingan sehat.
Masyarakat dan sejumlah LSM kini mendesak agar Inspektorat Daerah, BPKP, serta Kejaksaan Negeri Mesuji segera turun tangan melakukan audit dan penyelidikan terhadap proses pengadaan proyek ini.
“Ini bukan kesalahan administrasi biasa. Ini modus yang sudah dirancang untuk merampok uang negara lewat proyek sekolah,” tegas seorang aktivis pemantau anggaran.
Jika terbukti terjadi rekayasa dan penyalahgunaan kewenangan, pihak-pihak terkait bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana hingga 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.
Proyek ini semestinya menjadi upaya peningkatan kualitas sarana pendidikan di Mesuji. Namun dugaan manipulasi dalam proses tender justru mencoreng semangat transparansi dan akuntabilitas yang seharusnya menjadi prinsip dasar dalam pengelolaan dana publik. (Red)








