Tulang Bawang, Jelajah.co – Dari tepian Sungai Tulang Bawang hingga hutan yang menjadi saksi berdirinya Kampung Teladas, kampung tua yang telah memekarkan 11 kampung di Kecamatan Dente Teladas, suara perlawanan kembali bergema. Warga menolak tunduk pada penguasaan lahan oleh PT Sugar Group Companies (SGC).
SGC yang menguasai ribuan hektare tanah di Lampung tercatat memiliki HGU melalui anak perusahaannya: PT Indo Lampung Perkasa (ILP), PT Sweet Indo Lampung (SIL), dan PT Gula Putih Mataram (GPM). Namun, arsip HGU pertama yang tersimpan di masyarakat justru mencatat nama lain: PT Indo Lampung Buana Makmur (ILBM), PT Indo Lampung Cahaya Makmur (ILCM), dan PT Indo Lampung Delta Permai (ILDP). Seluruh perusahaan tersebut sahamnya dimiliki oleh PT Garuda Panca Artha (GPA). Mereka dituding berdiri pongah di atas tanah warisan leluhur.
Selama puluhan tahun, keberadaan raksasa tebu ini memicu deretan keluhan: dugaan perluasan areal di luar konsesi, tumpang tindih dengan lahan warga, hingga hilangnya akses masyarakat ke tanah ulayat. Bahkan sebagian tanah adat di dalam HGU PT ILP (PT ILBM, PT ILCM, dan PT ILDP) disebut belum pernah menerima ganti rugi sejak perusahaan beroperasi.
“Kami diam selama ini, tapi bukan berarti menyerah. Hak tanah kami dirampas, bahkan ada yang tidak masuk HGU tapi tetap dikuasai perusahaan. Kami berharap Pemerintah Pusat dan instansi terkait segera merealisasikan pengukuran ulang,” tegas Mardali. Am, Ketua Marga Tegamo’an Kampung Teladas.
Gelombang perlawanan kini menemukan momentumnya. Aliansi Tiga Lembaga Lampung, AKAR (Aliansi Komando Aksi Rakyat), KERAMAT (Koalisi Rakyat Madani), dan PEMATANK (Pergerakan Masyarakat Analisis Kebijakan) yang dikomandoi Indra Musta’in (AKAR Lampung), Suadi Romli (DPP PEMATANK), dan Sudirman Dewa (DPP KERAMAT), mendorong agar lahan SGC diukur ulang. Desakan ini direspons DPR RI dengan menyetujui pengukuran ulang HGU PT ILP, SIL, dan GPM di Tulang Bawang serta Lampung Tengah.
Bagi masyarakat Teladas, pengukuran ulang bukan sekadar agenda teknis, melainkan langkah awal membongkar peta penguasaan lahan yang selama ini tertutup rapat. “Ini tanah leluhur kami, bukan sekadar lahan bisnis. Kami berdiri di sini bukan untuk mengemis, tapi menuntut hak,” ujar Syukri Isa, SE.Ak, Ketua Tim Penyelesaian Tanah Ulayat Komunitas Masyarakat Hukum Adat Teladas, Minggu (17/8/25).
Warga Teladas memastikan akan mengawal langsung proses tersebut. Pada 25–27 Agustus mendatang, perwakilan warga bersama Tiga Lembaga akan mendatangi DPR RI dan menggelar aksi di Kementerian ATR/BPN Jakarta. Mereka menuntut pengukuran ulang sekaligus pengembalian hak tanah ulayat masyarakat adat Teladas.
“Ya, kami bergerak demi menegakkan kedaulatan dalam tata kelola agraria. Saat masyarakat Teladas bersatu dalam perjuangan ini, kami sangat bersyukur,” jelas Indra Musta’in di kantornya, Minggu (17/8/25).
Langkah DPR RI ini menandai babak baru dalam pertarungan panjang antara kepentingan korporasi dan hak masyarakat hukum adat di Tulang Bawang. Pertanyaan kini menggantung: apakah hasil ukur ulang benar-benar akan membongkar peta permainan lahan, atau justru melahirkan kompromi baru yang membungkam suara lantang dari Teladas? (Red)








