Lampung Selatan, Jelajah.co – Dugaan praktik korupsi di lingkungan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Lampung Selatan kembali mencuat. Ketua LSM Gerakan Anti Suap dan Korupsi (GASAK), Aulia Rahman, mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung segera membuka penyelidikan terhadap realisasi anggaran tahun 2023–2024 yang diduga sarat rekayasa.
Menurut Aulia, pola pengelolaan anggaran di instansi tersebut memperlihatkan indikasi kuat praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) yang dilakukan secara sistematis dan berulang.
“Setiap tahun polanya sama: kegiatan dipecah agar menghindari mekanisme tender terbuka, lalu diarahkan ke rekanan yang itu-itu saja. Ini jelas bukan kebetulan. Kejati Lampung harus bertindak,” tegas Aulia, Rabu (9/7/2025).
Ia mengungkapkan beberapa pos anggaran yang dinilai janggal. Pada tahun 2023, misalnya, terdapat:
Rp105 juta untuk alat/bahan kantor, dipecah menjadi 34 paket.
Rp1,55 miliar untuk makan dan minum, dibagi menjadi 14 paket.
Rp59 juta untuk belanja modal, terdiri dari 5 paket.
Rp187 juta untuk pakaian dan Rp105 juta untuk atribut, masing-masing dalam 3 paket.
Sementara itu pada tahun 2024, kejanggalan berlanjut:
Rp198 juta untuk alat/bahan kantor dipecah menjadi 64 paket melalui e-purchasing.
Rp229 juta untuk konsumsi dalam 15 paket.
Rp244 juta untuk belanja modal terbagi 14 paket.
Rp225 juta untuk pemeliharaan dan Rp230 juta untuk pakaian.
“Ini memperkuat dugaan bahwa ada pelanggaran yang sengaja dilakukan dan seolah-olah kebal hukum,” ujar Aulia.
Ia juga menuding adanya praktik monopoli terselubung, di mana proyek-proyek tersebut diduga secara rutin dikerjakan oleh rekanan yang sama. Menurutnya, kondisi ini mencederai prinsip persaingan sehat dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
“Paket sengaja dipecah untuk menghindari lelang. Ini jelas rekayasa anggaran. Jika aparat hukum terus diam, kepercayaan publik terhadap sistem keadilan bisa runtuh,” tambahnya.
GASAK menegaskan bahwa laporan mereka bukan sekadar formalitas. Mereka menuntut penanganan serius, transparan, dan profesional dari Kejati Lampung maupun Kejaksaan Negeri Lampung Selatan.
“Hukum jangan hanya jadi ornamen. Harus dijalankan. Kami ingin tindakan nyata. Jangan biarkan uang rakyat terus digerogoti,” pungkas Aulia. (Red)








